Debridement

Sebulan pasca melahirkan aku masih kesulitan untuk berjalan karena nyeri pada jahitan perineumku. Aku kira masih wajar ya soalnya hasil googling bilang kalau jahitan perineum pasca melahirkan masih sakit sampai dengan 8 minggu itu wajar.

Gongnya adalah ketika aku BAB pada tanggal 13 Oktober 2020, terdapat bercak darah merah segar di toilet (saat itu darah nifasku sudah tinggal flek) dan aku merasakan perih yang lebih sakit dari biasanya di bagian perineumku. Akhirnya aku memutuskan untuk menemui dokter hari itu juga.

ruang dokter dari kursi tunggu

Balik lagi ke ruangan dr. Enny. Saat itu dokter langsung menyambutku, “loh bu, belum saatnya kontrol lagi kan ya bu? Ada apa bu?”. Akupun menceritakan keluhanku mengenai nyeri jahitan yang muncul setelah kontrol seminggu pasca lahiran.

dr. Enny akhirnya melihat ke down there, terus beliau langsung bilang “ohhh, yang ini ya bu? (Sambil memegang bagian yang sering nyeri)”. Aku pun mengiyakan sambil meringis.

Lalu dokter mempersilahkan aku untuk duduk kembali. Disitu beliau menjelaskan.

D= jadi bu, jaringan sembuh ibu sudah tumbuh tapi jahitannya belum melekat sempurna jadi menghalangi si jahitannya 

I = terus harus diapain dok dan kenapa bisa begitu?

D = oh gak apa-apa ini wajar kok. Jadi nanti ini harus dikerok aja, ini bisa saya selesaikan hari ini bu 

I = hah? Dikerok gimana dok maksutnya?

D = iya jadi nanti ada tindakan debridement, kita hilangkan jaringannya jadi nanti jahitannya bisa merekat

 

WHATT?!! Tindakan lagi?!! 😭😭😭

 

D = tapi kalau hari ini saya harus menyiapkan alat-alatnya dulu, kalau besok bisa bu?

I = (mau gimana lagi daripada nyeri terus) iya bisa dok, besok saya masih cuti kok 

D = oke besok ya bu datang pagi. Ini saya resepin obat untuk diminum sebelum tindakan. Saya bisa selesaikan ini dalam 1 minggu.

Setelah dari ruangan dokter akupun membayar dan mengambil obat. Bingungnya adalah ketika membayar, kasirnya tiba-tiba bilang, “bu, ini biaya jasa konsultasinya tidak ada ya bu”. Hah akupun bingung kenapa bisa gratis, apa karena aku ikut pregnancy club. Terus aku tanya ke mbak kasirnya, “kok bisa mbak?”, mbak kasirnya pun menjawab, “ini dari dokternya sendiri bu yang minta”.

Haaaa??? Baik banget daaahhhh dokter Enny. Yaudah aku langsung mengucap syukur alhamdulillah. Bener-bener abis itu kagum bener dah sama dokter Enny hahaha, the first think that popped in my head wasI should write a good review about this doctor”. So this is one of the reason why I write the blog, so much things to tell soalnyaπŸ˜‚

 

14 Oktober 2020

Dokter menyuruhku untuk sudah sampai di RS jam 09.00 wib tapi aku udah sampai di RS diantar Bapak (karena Ebi sama ibu jagain Amara di rumah) jam 08.00 wib dan melaporkan ke suster yang jaga depan bahwa aku akan melakukan tindakan debridement.

 

catatan sebelum tindakan

Biasanya ketika aku gak tau sesuatu, aku bakalan langsung googling. Saat itu aku yang ga tau apa itu arti tindakan “debridement”, gak mau mencari tahu arti kata itu. Biar pede dan gak takut. Yang aku search cuma obatnya aja, ternyata obat yang aku minum itu adalah obat penghilang rasa nyeri. Wahhh pasti tindakannya menyebabkan rasa nyeri dong.

30 menit kemudian dokter datang, dan akupun langsung dipanggil oleh bidan untuk masuk ke ruangan dokter. Bapak nunggu di luar katanya ga tega hahaha

Sebelum dimulai tindakan ini, dokter memastikan aku sudah meminum obatnya dan langsung mempersilahkan duduk di kursi yang ada tempat kakinya kayak mau lahiran. Dan kursinya tinggi gitu kayak singgasana.

kurang lebih kayak gini kursinya


Sama seperti saat lahiran, aku memakai masker, face shield, memakai plastic chamber juga, dan tirai agar ga keliatan sedang dilakukan apa down there 😭

 

“Saya setel musik ya supaya rileks”, kata dokter Enny.

 

Trus musiknya kayak musik-musik jadul gitu. Jadi keinget Rumah Dara huaaa

Jujur, rasanya nyeri ngilu gitu pengen nangis tapi ga bisa nangis. Cuma bisa dzikir terus sambil ngedengerin musik yang dokter setel.

Selesainya rasanya kayak rapet buanget disitu. Aku nanya ke dokter sebenernya tadi aku dilakukan tindakan apaan

I = dok, tadi saya diapain ya?

D = tadi itu saya bongkar lagi dan dikerok jaringannya

Pantessss rasanya rapet banget, obras ulang bunnn πŸ˜…πŸ˜…

Disitu dokter bilang jangan banyak gerak dulu dan usahakan BAB ku jangan keras biar lukanya cepat sembuh. Jadi sebelum pulang, aku diberi obat pencahar yang dimasukkan ke anus efeknya bakalan mules dan aku harus BAB dulu sebelum pulang untuk memastikan bahwa jahitannya tidak mengenai anus.

Saat dibantu dimasukkan obatnya oleh bidan, saya berbincang-bincang sama bidannya.

I = bu, kenapa menurutku lebih sakit ini ya daripada lahiran?

B = iya bu mungkin kemarin saat lahiran biusnya dosisnya lebih tinggi bu

Aku pun cuma iya iya aja dan mulai mikir aja sendiri mungkin kemaren udah resistant sakitnya karena sebelumnya kontraksi apalagi kemaren kontraksinya lama trus juga kan ketemu Amara.

Sempat kepikiran untuk menunggu mules BAB di rumah aja soalnya ninggalin Amara, tapi kata bidannya lebih baik ditunggu karena reaksinya cepat takut nanti di jalan keburu mules dan juga harus laporan ke dokter apabila sudah BAB.

Setelah obat dimasukkan aku menunggu sampai mules, kira-kira 15 menit muncul rasa mules akupun menyegerakan ke toilet. Huaaaa rasanyaaa kayak BAB pertama abis lahiran lagi, ngeri-ngeri gituuu. Alhamdulillah lancar dan akupun laporan ke bidannya dokter Enny dan setelah itu aku diperbolehkan pulang.

Selama kurang lebih sebulanan akhirnya tugas memandikan Amara (sesuatu yang berhubungan dengan jongkok, banyak gerak) digantiin sama Ibu dan Ebi.

Seminggu kemudian, aku dijadwalkan kontrol. Alhamdulillah sudah enakan gak sakit seperti kemarin-kemarin. Sekalian kontrol nifas akhir dan diberi edukasi tentang KB dan pap smear.

Tapi sampai sekarang masih belum KB karena masih takut diubek-ubek bagian situ. Jujur kepengen sih buruan KB dan pap smear sama dokter Enny lagi tapi ngumpulin nyali dulu deh hahahaha 

Comments

Popular posts from this blog

Amara's Sister

The post-partum

The Partus